Komandan KRI Frans Kaisiepo-368 Letkol Laut (P) John David Nalasakti Sondakh (kanan) memberikan apresiasi kepada prajuritnya yang tergabung dalam Satuan Tugas Maritime Task Force (MTF) TNI Kontingen Garuda XXVIII-N/UNIFIL usai mengikuti upacara penyambutan di Dermaga Kolinlamil, Tanjung Priok
Ahli isu Timur Tengah dari The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES), Smith Alhadar, pada Jumat, 11 Oktober 2024, angkat bicara ihwal serangan tentara Israel atau IDF terhadap dua prajurit TNI yang bertugas dalam United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL). Peristiwa penyerangan yang menimpa dua prajurit TNI UNIFIL itu terjadi pada Kamis, 10 Oktober 2024 di Tower Pengamatan Naquora, ketika IDF terlibat kontak tembak dengan Hizbullah.
Naquora merupakan salah satu titik pos yang dijaga oleh TNI. Di pos itu, ada personil pengamat situasi dari militer Indonesia yang bertugas di Lebanon. Dia menilai serangan terhadap dua anggota TNI itu tidak bisa dilihat hanya sebagai masalah satu negara, yaitu Indonesia. Namun, jelas Smith, kejadian itu mempertaruhkan kredibilitas dan wibawa Dewan Keamanan PBB (DK PBB).
Wilayah operasi UNIFIL pada dasarnya sudah ditetapkan di kawasan yang memisahkan antara Lebanon dengan Israel atau blue line. Area itu tidak boleh dijadikan medan perang, apalagi menjadikan anggota UNIFIL sebagai sasaran.
“Dengan kata lain, insiden itu merupakan masalah internasional,” ujarnya.
Di dalam UNIFIL, terdapat pula tentara Prancis dan Italia. “Tak heran, Prancis dan Italia telah mengeluarkan kecaman keras terhdp Israel,” tuturnya.
Alhadar menuturkan pada dasarnya UNIFIL berperan sebagai pasukan perdamaian yang dibentuk berdasar Resolusi DK PBB 2701 dan sengaja ditempatkan di Lebanon selatan usai perang Israel melawan Hizbullah tahun 2006.